LGBT di Lombok Tengah Capai 2.000 Orang, DPRD Minta Penanganan Serius

LGBT di Lombok Tengah Capai 2.000 Orang, DPRD Minta Penanganan Serius

Redaksi23.com.Lombok Tengah, NTB. — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), meminta pemerintah daerah untuk segera mengambil langkah preventif dalam menghadapi fenomena berkembangnya komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) yang dinilai mulai meresahkan masyarakat.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Permintaan tersebut disampaikan dalam sidang paripurna DPRD terkait penyampaian hasil pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Tahun 2024, Senin (28/4/2025).

Juru Bicara Gabungan Komisi, Ahmad Syamsul Hadi, mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil riset, jumlah anggota komunitas LGBT di Lombok Tengah telah mencapai sekitar 2.000 orang.

“Perkembangan ini tidak boleh dibiarkan. Secara moral sangat bertentangan dengan nilai sosial masyarakat dan berpotensi merusak generasi penerus bangsa,” tegas Ahmad dilansir Antara.

Pendekatan Holistik: Konseling hingga Pemberdayaan

Ahmad menyatakan bahwa fenomena LGBT bisa dipicu oleh berbagai faktor seperti trauma emosional, pengaruh lingkungan, maupun masalah dalam keluarga. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa penanganan harus dilakukan dengan pendekatan yang konseling dan pemberdayaan ekonomi, bukan semata-mata stigma.

“Mereka ini pada dasarnya adalah orang-orang yang bisa kembali ke kehidupan normal jika diberikan pendampingan psikologis dan dibantu dengan pelatihan atau modal usaha,” ujarnya.

Ahmad juga menyoroti dampak dari aktivitas LGBT, termasuk potensi penyebaran penyakit menular seperti HIV/AIDS, karena mayoritas dari mereka masih berusia produktif di bawah 30 tahun.

Tanggapan Pemda: Sosialisasi dan Pembinaan

Menanggapi permintaan DPRD tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Lombok Tengah, Lalu Firman Wijaya, menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti dengan sosialisasi kepada masyarakat dan pembinaan terhadap kelompok rentan.

“Aktivitas mereka berlangsung secara tertutup. Maka dari itu, kami akan mengedepankan pendekatan edukatif untuk membangun kesadaran bersama di tengah masyarakat,” jelas Firman.

Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah juga akan membuka akses pelatihan kerja dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia agar kelompok yang rentan termarjinalkan bisa lebih berdaya secara ekonomi dan sosial.

Back To Top