Kasus Brigadir Nurhadi : Warga Sipil Ditahan, 2 Perwira Atasan Masih Bebas dan Belum Upacara PTDH?

Kasus Brigadir Nurhadi : Warga Sipil Ditahan, 2 Perwira Masih Bebas dan Belum Upacara PTDH?

Redaksi23.com.Mataram, (NTB) – Publik kembali dibuat geram dengan penanganan kasus kematian tragis Brigadir Muhammad Nurhadi yang ditemukan tak bernyawa di dasar kolam sebuah vila mewah di Gili Trawangan, NTB. Meski penyidikan telah menetapkan tiga tersangka, ketimpangan perlakuan hukum terhadap mereka menimbulkan pertanyaan serius mengenai integritas Polda NTB.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Di antara tiga tersangka, hanya seorang perempuan muda berinisial M (24) yang telah resmi ditahan. Penahanan dilakukan pada Rabu dini hari, 2 Juli 2025, usai dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB.

“Semalam setelah BAP tersangka M, dilakukan penangkapan dan penahanan di Rutan Polda NTB,” kata kuasa hukum M, Yan Mangandar, kepada media.

Dalam keterangan lanjutan, Yan menyebut bahwa kliennya sudah sangat kooperatif sejak awal, bahkan tidak melakukan perlawanan ketika ditahan. M dituding ikut serta dalam penganiayaan yang menyebabkan tewasnya Brigadir Nurhadi pada 16 April lalu.

Namun, dua tersangka lainnya, yakni Kompol I Made Yogi Purusa Utama (YG) dan Ipda Harus Chandra (HC) yang notabene atasan langsung Nurhadi di Mapolda NTB dan diduga otak dari penganiayaan hingga kini belum menjalani penahanan.

> Baca Juga : Kompol Y yang Dipecat Terkait Kematian Brigadir Nurhadi Dimutasi untuk Pendidikan Sespim, Apakah PTDH Polri Hanya Gimmick?

Keduanya juga telah dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), namun masih mengajukan banding dan belum menjalani upacara pemecatan resmi, menandakan keduanya masih secara administratif berada dalam struktur kepolisian, bahkan beberapa waktu lalu sempat bocor Surat Telegram Mutasi Kompol Y ke Mabes Polri.

Ketimpangan ini menjadi sorotan tajam dari kalangan praktisi hukum dan kelompok sipil di NTB. Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB mengecam perlakuan tidak adil yang diberikan kepada tersangka M dibandingkan dua perwira polisi yang justru memiliki peran lebih dominan.

“Justru yang menginisiasi keberangkatan ke Gili Trawangan adalah YG dan HC. Korban dan M hanya mengikuti instruksi mereka. Mengapa mereka masih bebas?” tegas Yan.

Polda NTB berdalih bahwa M ditahan karena berasal dari luar daerah, sedangkan YG dan HC dinilai kooperatif. Penjelasan ini dianggap mengada-ada dan tidak mencerminkan prinsip keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh institusi penegak hukum.

Penanganan kasus ini seakan memperkuat persepsi negatif terhadap Polri di mata publik. Langkah setengah hati, lambannya pemecatan resmi, serta tidak adanya tindakan tegas terhadap dua perwira tinggi yang menjadi tersangka, dinilai sebagai bukti krisis kepemimpinan di internal Polda NTB.

Back To Top