Redaksi23.com.Mataram, (NTB). — Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) secara resmi menghentikan proses penanganan kasus dugaan korupsi jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) wilayah NTB. Keputusan tersebut disampaikan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Enen Saribanon, di Mataram, Rabu (7/5).
“Polda NTB sudah menyampaikan kesimpulannya kepada kami, seperti itu (dihentikan),” ujar Enen dalam keterangannya kepada awak media.
Penghentian kasus itu, kata Enen, dituangkan secara resmi dalam bentuk surat yang diterima pihak Kejati dari Polda NTB. Menurutnya, hal ini merupakan bentuk koordinasi antarpenegak hukum sebagaimana diatur dalam nota kesepahaman antara Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam penjelasannya, Enen menyebutkan bahwa alasan utama penghentian kasus adalah karena tidak cukupnya bukti untuk melanjutkan penyelidikan.
“Dari keterangan pihak kepolisian, kasus ini dihentikan karena tidak cukup bukti untuk dilanjutkan,” ungkapnya.
Kasus yang kini resmi dihentikan tersebut mencuat usai mencuatnya dugaan bahwa Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama NTB, Zamroni Aziz, menerima sejumlah uang dari petugas Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) pada tahun 2024.
Uang yang diterima diduga berjumlah antara Rp30 juta hingga Rp50 juta, dan tidak langsung masuk ke rekening pribadi, melainkan melalui rekening atas nama istri Zamroni. Selain itu, dugaan korupsi lain menyangkut praktik jual beli jabatan eselon III di lingkungan Kemenag NTB. Zamroni diduga mematok tarif hingga Rp500 juta untuk satu posisi jabatan.
Tak hanya itu, ia juga disebut meminta imbalan berupa uang kepada pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) yang ingin mengajukan mutasi. Jumlah permintaan disebut-sebut berkisar antara Rp15 juta hingga Rp50 juta per orang.
Namun, seluruh rangkaian dugaan itu kini tak akan lagi diproses secara hukum setelah dinyatakan tidak cukup bukti oleh pihak kepolisian.
Kejati NTB menegaskan bahwa pihaknya menghormati keputusan tersebut dan akan terus mengawasi setiap proses penegakan hukum yang sesuai dengan koridor hukum berlaku.