Redaksi23.com.NusaTenggaraBarat(NTB),–Dua kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang mencuat di lingkungan pondok pesantren wilayah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) menggugah keprihatinan nasional. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) bergerak cepat dengan menggelar rapat koordinasi khusus bersama kepolisian daerah setempat.
Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Komnas HAM, Dr. Atnike Nova Sigiro, pada Rabu (30/4/2025) di Ruang Presisi Polda Nusa Tenggara Barat. Isu yang diangkat bukan perkara biasa: satu santriwati dilaporkan meninggal akibat dugaan penganiayaan di Ponpes Aziziyah, Kapek, Gunungsari. Sementara kasus kedua menyangkut dugaan pelecehan seksual dan persetubuhan terhadap santriwati di Ponpes Nabi Nubu, Kekait.
Dua Kasus, Dua Luka Kemanusiaan
Kedua kasus tersebut tidak hanya menyita perhatian aparat, tetapi juga mengguncang masyarakat luas setelah menjadi viral di media sosial. Reaksi publik yang penuh empati sekaligus marah menjadi latar kuat bagi Komnas HAM untuk bertindak.
Dalam rapat koordinasi, hadir para pejabat penting: Kabid Propam Polda NTB, Kapolresta Mataram, Kasubdit IV Ditreskrimum, Kasat Reskrim Polresta Mataram, dan perwakilan Bidang Humas Polda NTB. Diskusi berlangsung serius dan tertutup bagi media.
Saksi Kunci di Luar Negeri, Penyidikan Terhambat
Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili, mengungkapkan bahwa proses penyidikan kasus penganiayaan di Ponpes Aziziyah belum bisa optimal karena salah satu saksi kunci saat ini berada di luar negeri.
“Saksi tersebut telah dikeluarkan dari pondok dan kini bekerja di Arab Saudi. Kami belum dapat mengambil keterangannya, yang tentu sangat krusial,” terang AKP Regi dalam pemaparannya.
Meski begitu, pihak kepolisian tetap melanjutkan penyidikan dengan memanfaatkan keterangan saksi lain serta bukti pendukung.
Tersangka Kasus Pelecehan Sudah Ditahan, Komnas HAM Minta Penyidikan Diperluas
Sementara itu, pada kasus di Ponpes Nabi Nubu, tersangka utama telah diamankan. Namun Komnas HAM tidak puas hanya pada satu pelaku. Lembaga ini mendesak agar penyidikan dikembangkan ke arah kemungkinan keterlibatan pihak-pihak lain, termasuk unsur internal pesantren.
“Komnas HAM meminta agar proses ini tidak berhenti di satu pelaku. Harus dicari apakah ada pelaku tambahan atau jaringan perlindungan di baliknya,” ujar Dr. Atnike kepada jajaran kepolisian.
Komitmen Penegakan Hukum Transparan
Dr. Atnike menekankan pentingnya kolaborasi antar-penegak hukum, termasuk keterlibatan pemerintah daerah, agar proses hukum berjalan secara transparan, adil, dan akuntabel. Hal ini dinilai penting untuk menjamin pemulihan hak korban serta mencegah kasus serupa terulang.
Pihak kepolisian menyambut baik desakan tersebut. “Kami siap menindaklanjuti koordinasi dengan Komnas HAM, termasuk pemenuhan data dan pengembangan langkah hukum,” tegas AKP Regi.