Redaksi23.com.Bima, NTB – Kasus dugaan malapraktik yang menimpa balita berusia 14 bulan, Arumi Aghnia Azkayra, di Puskesmas Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) terus menjadi sorotan publik. Pasalnya, hingga kini, penanganan kasus oleh Polres Bima dinilai lamban, meskipun laporan resmi telah diajukan keluarga korban sejak 21 April 2025.
Arumi awalnya dibawa ke Puskesmas Bolo pada 10 April 2025 karena mengalami demam dan batuk. Namun, setelah pemasangan infus oleh perawat, tangan kanan Arumi mengalami pembengkakan dan bernanah.
Kondisi ini terus memburuk hingga akhirnya dirujuk ke RSUD Sondosia, RSUD Bima, dan terakhir ke RSUP NTB di Mataram. Dokter menyatakan tangan kanan Arumi terancam diamputasi akibat infeksi parah.
Kasat Reskrim Polres Bima, AKP Abdul Malik, menyatakan bahwa penyelidikan telah dimulai, termasuk pemeriksaan terhadap perawat Puskesmas Bolo dan RSUD Sondosia. Namun, pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan dari Majelis Kehormatan Keperawatan dan Dokter (MKKD) untuk menentukan ada tidaknya unsur kelalaian dalam penanganan pasien.
“Kami juga akan menunggu hasil penyelidikan MKKD yang menjadi rujukan dalam memproses kasus dugaan malapraktik ini lebih lanjut,” ujar Malik, Rabu (7/5/2025).
Sementara itu, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO Cabang Bima, Muzakir, mengultimatum Polres Bima untuk segera memanggil pihak Puskesmas Bolo dan mendesak Bupati Bima agar menjatuhkan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab. Ia menilai penanganan kasus ini terlalu lamban dan tidak menunjukkan keseriusan.
“Ini menyangkut nyawa dan masa depan seorang anak kecil. Kami tidak ingin ada kesan kasus ini didiamkan. Kami mengultimatum Polres Bima untuk bergerak cepat,” tegas Muzakir dalam keterangan resminya, Senin (28/4/2025).
Kepala Puskesmas Bolo, Nurjanah, menyatakan pihaknya menghargai dan menghormati keputusan keluarga Arumi yang melaporkan dugaan malapraktik tersebut ke polisi. Ia menegaskan akan tetap kooperatif dan patuh terhadap aturan yang berlaku.
“Kami menaati dan mematuhinya sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku. Kalau dipanggil, kami akan menghadiri untuk memberikan keterangan,” kata Nurjanah beberapa waktu lalu.
Kasus ini menjadi perhatian luas masyarakat dan menimbulkan pertanyaan tentang kualitas pelayanan kesehatan di daerah serta kecepatan aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan keselamatan pasien.