13 Tewas Akibat Ledakan Amunisi di Garut, TNI dan DPR Didesak Transparan

13 Tewas Akibat Ledakan Amunisi di Garut, TNI dan DPR Didesak Transparan

Redaksi23.com.Garut, Jawa Barat. – Indonesia kembali berduka setelah ledakan amunisi kadaluarsa mengguncang Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Garut, pada Senin (12/5/2025) pukul 09.30 WIB. Insiden tragis ini merenggut 13 nyawa, terdiri dari 4 anggota TNI dan 9 warga sipil, serta memicu gelombang desakan investigasi menyeluruh dan evaluasi SOP pemusnahan amunisi.

Berikut daftar korban meninggal dunia berdasarkan keterangan resmi pihak TNI dan kepolisian:

  1. Kolonel Cpl Antonius Hermawan
  2. Mayor Cpl Anda Rohanda
  3. Kopda Eri Dwi Priambodo
  4. Pratu Aprio Setiawan
  5. Agus bin Kasmin
  6. Ipan bin Obur
  7. Iyus Ibing bin Inon
  8. Anwar bin Inon
  9. Iyus Rizal bin Saepuloh
  10. Toto
  11. Dadang
  12. Rustiawan
  13. Endang

DPR Minta Investigasi Transparan dan Rutin Diumumkan ke Publik

Tragedi tersebut mendapat sorotan tajam dari kalangan Komisi I DPR RI. Wakil Ketua Komisi I, Dave Laksono, menyampaikan keprihatinan mendalam dan menuntut agar TNI melakukan investigasi secara menyeluruh dan transparan.

“Harus ada laporan berkala kepada publik agar masyarakat memahami akar masalahnya. Ini bencana fatal,” ujarnya pada Selasa (13/5).

Senada, Budisatrio Djiwandono, juga dari Komisi I DPR, menilai insiden ini sebagai peringatan keras terhadap kelalaian prosedural. Ia menegaskan perlunya audit total terhadap SOP pemusnahan amunisi kadaluarsa.

“Keselamatan seluruh unsur—militer maupun sipil—harus jadi prioritas dalam setiap aktivitas militer,” kata Budisatrio.

Tuntutan Tanggung Jawab

Anggota Komisi I lainnya, Oleh Soleh, menyoroti aspek tanggung jawab atas insiden yang menyebabkan kematian massal tersebut. Ia menegaskan bahwa harga nyawa tidak boleh dianggap murah dan penyebab tragedi ini harus diungkap secara tuntas.

“Harus terang benderang, siapa yang bertanggung jawab dan mengapa SOP bisa gagal menahan risiko sebesar ini,” tegasnya.

Kritik keras juga datang dari organisasi pemantau HAM dan militer, Imparsial. Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra, menyebut insiden ini sebagai indikasi inkompetensi TNI dalam penataan wilayah pertahanan.

“Korban dari warga sipil memperjelas adanya kelalaian dalam pengamanan dan sosialisasi zona berbahaya,” ungkap Ardi. Ia menambahkan bahwa investigasi tidak hanya menyasar pelaksana teknis, melainkan harus menyentuh para komandan atau pejabat yang bertanggung jawab secara struktural.

Sorotan tajam juga diarahkan pada minimnya pengamanan saat pemusnahan dilakukan. Keberadaan warga sipil dalam radius berbahaya menunjukkan bahwa standar keselamatan tidak diterapkan secara maksimal, bahkan disebut nyaris abai terhadap risiko ledakan.

“Seharusnya ada pengamanan berlapis dan sosialisasi menyeluruh ke warga sekitar,” kritik Ardi.

Tragedi ini membuka luka besar sekaligus memberi sinyal pentingnya perbaikan tata kelola logistik militer, SOP pemusnahan, dan sistem pengamanan wilayah pertahanan. Pemerintah, DPR, dan masyarakat kini menanti langkah konkret dari TNI dalam menjamin akuntabilitas dan pencegahan insiden serupa di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top