Redaksi23.com.Milan,—Impian Inter Milan untuk menorehkan sejarah sebagai tim Italia berikutnya yang meraih treble winner di musim 2024/2025 kini hampir pasti sirna. Dalam rentang waktu hanya satu pekan, tim asuhan Simone Inzaghi mengalami kemunduran drastis yang berpotensi membuat mereka menyudahi musim tanpa satu pun gelar, sebuah kemungkinan pahit yang sebelumnya tak terpikirkan.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Hingga minggu lalu, atmosfer optimisme menyelimuti skuad La Beneamata. Mereka berdiri kokoh di puncak klasemen Serie A dengan keunggulan tiga poin atas Napoli, hasil imbang 1-1 pada leg pertama semifinal Coppa Italia kontra AC Milan membawa harapan ke leg kedua, dan langkah meyakinkan mereka di Liga Champions tanpa kekalahan menghadapi Bayern Muenchen mengokohkan kepercayaan diri bahwa musim ini bisa menjadi musim kejayaan.
Namun, dalam kurun waktu tujuh hari, semua berubah. Inter tergelincir dua kali beruntun di Liga Italia, tumbang dari Bologna dan AS Roma. Alih-alih memperlebar jarak, kini mereka tertinggal tiga poin dari Napoli, yang mengambil alih puncak klasemen.
Mimpi menjadi tim pertama sejak Inter 2010 yang meraih treble resmi berakhir setelah mereka dihajar 0-3 oleh AC Milan di leg kedua semifinal Coppa Italia. Kekalahan di kandang sendiri itu bukan hanya memupus harapan di ajang domestik, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius mengenai mentalitas dan konsistensi tim di saat krusial.
Simone Inzaghi, yang sempat digadang-gadang sebagai arsitek sukses Inter era baru, kini berada di bawah sorotan tajam. Publik dan media mempertanyakan keputusannya dalam rotasi pemain dan strategi menghadapi tekanan tiga kompetisi sekaligus.
Dengan hanya Liga Champions yang tersisa, dan melihat ketatnya persaingan, Inter Milan menghadapi ancaman menyelesaikan musim dengan “zero tituli”, sebuah istilah ikonik yang menggambarkan kegagalan total di akhir musim.
Bagi klub sebesar Inter, yang mengawali musim dengan ekspektasi tinggi, kegagalan ini bisa menjadi momen refleksi besar-besaran. Apakah ini hanya nasib buruk atau ada cacat struktural dalam strategi jangka panjang klub?