Redaksi23.com.NTB – Ruang sidang Pengadilan Negeri Mataram mendadak hening ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Budi Mukhlis membuka lembar dakwaan dalam kasus kematian Brigadir Nurhadi, Senin (27/10/2025).
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Dalam persidangan itu, terbongkar dugaan framing sistematis, intimidasi terhadap petugas, hingga upaya menghapus barang bukti yang dilakukan dua terdakwa, Ipda Aris dan Kompol Yogi, yang saat kejadian keduanya masih berstatus perwira polisi aktif.
Mukhlis mengungkap, sesaat setelah Nurhadi ditemukan dalam kondisi kritis dan sempat mendapat pertolongan di Klinik Warna Medika, terdakwa Aris justru melarang tim medis melakukan dokumentasi sesuai prosedur. Larangan itu membuat identitas korban tak tercatat, foto medis tak diambil, dan rekam medis disusun tidak lengkap.
“Klinik Warna Medika tidak dapat mendokumentasikan pasien sebagaimana SOP karena dihalangi oleh terdakwa. Akibatnya, data medis korban dibuat tidak sesuai fakta,” ungkap Mukhlis dalam sidang.
Yang lebih mengejutkan, kematian Brigadir Nurhadi bahkan direkayasa seolah akibat tenggelam, padahal jasadnya memiliki luka-luka terbuka akibat kekerasan fisik. Waktu kematian pun disebut dimundurkan menjadi pukul 21.00 WIB demi menyesuaikan skenario yang disusun para terdakwa.
Identitas Dipalsukan, Polisi Patroli Dilarang Mengecek Korban
Tak berhenti di situ, terdakwa Kompol Yogi juga disebut melarang polisi yang sedang berpatroli untuk mengidentifikasi korban. Ia bahkan mengklaim korban bukan anggota kepolisian, melainkan warga sipil asal Jakarta. Kompol Yogi juga melarang pemeriksaan jenazah di klinik, dan meminta agar hanya dirinya yang mengurus jasad korban, membuat proses penanganan menjadi tertutup.
“Saksi polisi tak berani melawan karena terdakwa merupakan anggota Paminal Bid Propam Polda NTB yang memiliki pengaruh kuat,” tegas JPU.
Lebih jauh, terdakwa Yogi bersama seorang lainnya, Misri, diduga menghapus data digital dari ponsel korban, saksi, dan dirinya sendiri untuk menghilangkan jejak bukti elektronik.
Intimidasi ke Penyidik: CCTV Dihapus, Fakta Dibengkokkan
Jaksa juga mengungkap bahwa pada Jumat (18/7/2025), kedua terdakwa sempat menemui Kasat Reskrim Polres Lombok Utara, AKP Punguan Hutahean, untuk menekan aparat penyidik agar menghapus rekaman CCTV di Villa Tekek The Beach House Resort, Gili Trawangan — lokasi peristiwa tragis itu.
Yogi juga bahkan meminta laporan langsung tentang hasil olah TKP dan menolak pasal yang disangkakan kepadanya. Ia berusaha menggiring opini bahwa Brigadir Nurhadi meninggal karena kecelakaan saat salto di kolam renang, bukan karena penganiayaan.
“Terdakwa dengan sadar mencoba mengaburkan fakta dan membangun narasi palsu demi melindungi diri,” ujar Mukhlis.
Dakwaan Berat dan Ancaman 15 Tahun Penjara
Kedua terdakwa kini dijerat Pasal 338 KUHP (pembunuhan), Pasal 354 ayat (2), Pasal 351 ayat (3), serta Pasal 221 juncto Pasal 55 KUHP tentang penghilangan barang bukti dan menghalangi penyidikan. Jika terbukti bersalah, mereka terancam hukuman hingga 15 tahun penjara.
Keduanya kini ditahan di Rutan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) NTB, sementara publik terus menanti apakah sidang berikutnya akan membuka tabir penuh atas kematian Brigadir Nurhadi, yang kini disorot sebagai salah satu kasus paling kelam di tubuh kepolisian NTB.
