Bangunan UIN Mataram

Setelah Unram, Kini Dosen UIN Mataram Dilaporkan atas Dugaan Pelecehan Seksual Mahasiswi

Redaksi23.com.Mataram, (NTB). – Deretan laporan dugaan pelecehan seksual di lingkungan kampus kembali bertambah. Setelah mencuatnya kasus di Universitas Mataram (Unram) dan “Walid Lombok”, kini giliran Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram yang menjadi sorotan.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Seorang dosen UIN Mataram dilaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) oleh perwakilan Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB.

Laporan tersebut disampaikan pada Selasa, 20 Mei 2025. Joko Jumadi, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Mataram sekaligus pendamping korban, mengungkapkan bahwa hingga kini terdapat tujuh orang yang teridentifikasi sebagai korban.

“Sementara hari ini baru dua korban yang melapor, satu orang lagi merupakan saksi. InsyaAllah Kamis (22 Mei) akan bertambah dua lagi,” ujar Joko kepada awak media usai pelaporan.

Modus yang digunakan pelaku dinilai sangat manipulatif. Ia memanfaatkan relasi kuasa dengan menyuruh para korban memanggilnya “ayah”, sebuah pendekatan psikologis yang menyesatkan dan mengaburkan batas antara perlindungan dan pemanfaatan. Aksi bejat tersebut mayoritas terjadi di malam hari, di asrama putri kampus, tempat pelaku juga menjabat sebagai salah satu pimpinan.

“Korban disuruh tidur di satu tempat, dan saat itu pelaku melakukan tindakan cabul kepada salah satu korban di hadapan teman lainnya. Sehingga ada saksi yang juga melihat langsung,” jelas Joko.

Meski belum ada tindakan pemerkosaan, namun unsur pelecehan seksual sudah sangat jelas. Bahkan, sejumlah korban mengaku tidak berani melawan karena status mereka sebagai penerima beasiswa Bidikmisi membuat mereka merasa rentan.

“Relasi kuasa sangat kentara. Meskipun pelaku tidak mengancam secara verbal, dia memainkan psikologi korban, membuat mereka takut beasiswanya dicabut. Padahal sempat mereka coba melapor ke birokrasi kampus, tapi tidak direspons,” tambah Joko yang juga dikenal sebagai Sahabat Saksi dan Korban.

Dorongan keberanian untuk melapor juga muncul setelah para korban menonton film dokumenter “Walid” yang mengangkat kasus serupa. Film tersebut rupanya menjadi titik balik kesadaran korban untuk bersuara dan mencari keadilan.

“Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB berencana untuk mengajukan rehabilitasi psikologis bagi para korban ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), guna membantu proses pemulihan trauma,” kata joko jumadi.

Back To Top