Polemik Penggerebekan Narkoba oleh TNI di Bima NTB, SETARA Institute: Ini Pelanggaran Hukum

Polemik Penggerebekan Narkoba oleh TNI di Bima NTB, SETARA Institute: Ini Pelanggaran Hukum

Redaksi23.com.Jakarta, – Tindakan aparat TNI penggerebekan narkoba di kawasan tambak Desa Penapali, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (1/5/2025), kini menuai kontroversi. Lembaga pengawas hak asasi manusia, SETARA Institute, mengkritik keras keterlibatan militer dalam penegakan hukum yang dinilai berada di luar batas kewenangannya.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Penggerebekan tersebut dilakukan oleh personel Komando Rayon Militer (Koramil) 1608-04/Woha dan Unit Intelijen Kodim 1608/Bima, yang berhasil mengamankan tiga orang pelaku berinisial S (26), I (23), dan M (25). Dari tangan ketiganya, diamankan 32 paket sabu seberat total 38,68 gram, sejumlah alat isap, handphone, uang tunai, hingga senjata tajam.

Menurut Kabidpenum Puspen TNI, Kolonel Laut (P) Agung Saptoadi, operasi ini dilakukan sebagai respons atas laporan masyarakat yang mencurigai adanya aktivitas narkoba di lokasi tersebut. Tindakan tersebut dipimpin langsung oleh Danramil Kapten Cba Iwan Susanto dan Pasi Intel Kapten Inf. Bambang Herwanto.

Namun, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (8/5/2025), menilai penggerebekan itu melanggar batas kewenangan hukum TNI. “Undang-Undang TNI, KUHAP, dan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak memberi TNI kewenangan melakukan penegakan hukum dalam kasus narkoba,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa penanganan peredaran narkotika adalah wewenang dari Polri, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang berada dalam koordinasi kepolisian. Hendardi juga meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden untuk segera memberikan teguran kepada Panglima TNI agar kejadian serupa tidak terulang.

“Ini bukan kali pertama TNI melakukan tindakan di luar domainnya. Perlu ada koreksi serius dari lembaga legislatif dan eksekutif demi menjaga ketertiban hukum negara,” katanya.

Menanggapi kritik tersebut, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Mayjen Yusri Nuryanto, menyatakan bahwa tindakan aparat TNI dalam kasus ini merupakan respons terhadap tindak pidana yang terjadi secara langsung di depan mata.

“Kalau kejadiannya tertangkap tangan, kita tak mungkin diam. Dalam tahap awal penanganan, TNI bisa melakukan pengamanan. Jika pelakunya sipil, tentu akan diserahkan kepada kepolisian,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa tidak ada niat TNI mengambil alih tugas aparat penegak hukum, namun bersikap sesuai dengan prinsip quick response terhadap ancaman nyata.

Kasus ini menjadi perbincangan publik nasional. Di satu sisi, publik mengapresiasi keberanian TNI dalam menjaga keamanan wilayah. Di sisi lain, diskursus hukum mempertanyakan batas tegas antara fungsi pertahanan dan fungsi penegakan hukum dalam sistem demokrasi.

Back To Top